Wednesday, May 26, 2010

AD/ART PSN

PENDAHULUAN

Sebagai pelayan umat Hindu, para Pinandita menyadari bahwa perlu untuk saling mendekatkan diri, menyamakan pandangan, menyamakan gerak langkah, dalam melayani umat yang beraneka ragam karakteristik individualnya, peduli kepada lingkungan sekitar tempat tinggal dan yang lebih utama mendekatkan diri, meningkatkan Srada dan Bakti kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) pencipta, penguasa dan pelebur alam semesta ini.

Memperhatikan hal tersebut diatas dan juga sebagai mahkluk sosial menyadari hal-hal seperti dibawah ini :

1. Kita tidak bisa hidup menyendiri, terlepas dari lingkungan dimana kita berada, maupun terlepas dari suatu sistem tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2. Sadar atau tidak sadar kita tunduk kepada segala aturan, tatakrama dalam pergaulan, bermasyarakat dan bernegara.

3. Sebagai umat Hindu, kita wajib melaksanakan ajaran suci Weda dan mengamalkan Tri Kerangka dasar yaitu Tatwa, Susila dan Upakara.

Bahwa dengan organisasi PERSATUAN PINANDITA SANGGRAHA (PRANATHA) yang ada, belum cukup menampung seluruh aspirasi anggota yang ada di daerah-daerah dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga diperlukan suatu nama organisasi atau perkumpulan yang menampung seluruh aspirasi tersebut termuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaan Rumah Tangga organisasi.

Selanjutnya dipandang perlu untuk mengadakan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ada dengan tetap berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berlandaskan ajaran Hindu untuk dan saling asah, saling asih saling asuh, bisa menampung inspirasi, inspirasi anggota yang tercakup didalamnya untuk ikut berpartisipasi dalam pengamalan ajaran Hindu Dharma serta ikut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik phisik maupun spiritual.

Bahwa atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi Wasa dan berdasarkan Rapat anggota yang dihadiri oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) dan Rapat memberikan kuasa kepada Tim Penyusun untuk mengadakan dan atau menyusun perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi dan sepakat untuk mengadakan perubahan seluruh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, serta selanjutnya berbunyi sebagai berikut.


ANGGARAN DASAR PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA

BAB I
NAMA, TEMPAT, WAKTU DAN RUANG LINGKUP

Pasal 1
NAMA DAN TEMPAT

(1) Organisasi ini bernama PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA yang untuk selanjutnya disebut dengan nama singkatan " PSN ".
(2) ”PSN” kedudukan atau berkantor pusat di Jakarta, dengan Koordinator Wilayah di masing-masing Propinsi dan Koordinator Daerah di masing-masing Kabupaten/Kota serta kkordinator Lapangan di masing-masing Kecamatan.


Pasal 2.
W A K T U

”PSN” didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya.

Pasal 3
R U A N G L I N G K U P

Ruang lingkup “PSN” adalah se Nusantara yang meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II

SIFAT, AZAS DAN TUJUAN

Pasal 4
S I F A T

“PSN” adalah suatu organisasi yang bersifat sosial budaya dan keagamaan

Pasal 5.
A Z A S

“PSN” berazaskan PANCASILA dan ajaran-ajaran suci Weda.

Pasal 6
T U J U A N

Tujuan dari ”PSN”

(1)Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan Budaya.
(2)Meningkatkan pengabdian para anggota kepada umat Hindu dalam pelaksanaan upacara dan Upakara Yadnya dan pembinaan umat.
(3) Menyatukan Visi dan Misi serta menumbuh kembangkan, srada dan bhakti demi kesinambungan ajaran suci Weda.
(4) Meningkatkan sumber daya manusia “PSN” baik wawasan, Pengetahuan (Jnana), dan Etika/Susila sesuai dengan ajaran Weda sehingga menjadi panutan bagi umat.

BAB III

KEPENGURUSAN, TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 7
KEPENGURUSAN

Pengurus “PSN” terdiri dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah dan Pengurus Lapangan.

(1) Kepengurusan Pusat terdiri dari:
a. Dewan Pelindung : Dirjan Bimas Hindu dan PHDI Pusat.
b. Dewan Penasehat : Para Sulinggih yang berdomisili di Pusat..
c. Dewan Kehormatan.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari Pengurus Inti dan Seksi-seksi.

(2) Kepengurusan Daerah terdiri dari Korwil.
a. Dewan Pelindung : Kanwil Bimas Hindu dan PHDI Provinsi
b. Dewan Penasehat : Sulinggih yang ada di daerah.
c. Dewan Kehormatan.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari Pengurus Inti dan Seksi-seksi.

(3) Kepengurusan Korda dan Korlap diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


Pasal 8
PENGURUS PUSAT

Pengurus pusat PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA adalah :

(1). Pengurus Pusat diangkat dan diberhentikan atas dasar Munas ( Musyawarah Nasional ), yang dihadiri oleh utusan Korwil dan Korda.
(2). Pengurus dipilih PSN dari anggota setelah masa jabatan Pengurus periode sebelumnya berakhir, kecuali untuk yang pertama kali.
(3). Tata cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga PSN.
(4). Kepengurusan Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari Pengurus Inti dan Seksi-seksi.
(5) Kepengurusan Inti terdiri dari :
- Ketua Umum dan dibantu oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang Ketua.
- Sekretaris Umum dibantu oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Sekretaris.
- Bendahara Umum dibantu oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Bendahara.
dan untuk pertema kalinya para Ketua yaitu :
- Ketua I (Bidang Pendidikan Keagamaan dan Litbang)
- Ketua II ( Bidang Organisasi dan Dana)
- Ketua III (Bidang Kemasyarakatan dan Humas)
- Ketua IV (Bidang Upakara dan Upacara)
(6). Masing-masing terdiri dari beberapa seksi sesuai yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan Organisasi dan masing-masing seksi diketuai oleh seorang Ketua Seksi.
(7) Masa bakti Kepengurusan baik Pusat maupun Daerah diatur dalam Angggaran Rumah Tangga “PSN”.


Pasal 9.
PENGURUS DAERAH

(1) Pengurus Daerah terdiri dari Koordinantor Wilayah (Korwil) berkedudukan di Propinsi. Koordinator Daerah (Korda) berkedudukan di Kabupaten/Kota yang setingkat dan adalah Koordinator Lapangan (Korlap) berkedudukan di Kecamatan dibentuk sesuai dengan kebutuhan
(2) Pengurus Daerah adalah pengurus lengkap yang terdiri dari pengurus inti dan seksi-
Seksi. Pengurus Inti terdiri dari :
- Ketua dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Ketua.
- Sekretaris dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Sekretaris.
- Bendahara dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Bendahara.
- serta dapat dilengkapi dengan seksi-seksi yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 10
TUGAS PENGURUS INTI

Pengurus Inti bertugas :
(1). Melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ”PSN”.
(2). Membuat dan melaksanakan Rencana Kerja dan Program kerja ”PSN” yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (Munas) untuk tingkat pusat, oleh Musyawarah Daerah (Musda) untuk tingkat Daerah dan RapatAnggota untuk tingkat Korlap.
(3) Menyampaikan Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan rencana kerja dan program kerja ”PSN” kepada Musyawarah Nasional (Munas) untuk tingkat Pusat, kepada Musyawarah Daerah (Musda) untuk tingkat Daerah, kepada Rapat Anggota tingkap Korlap.
(4) Tugas masing-masing jabatan pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 11.
WEWENANG PENGURUS INTI

(1). Pengurus Inti berwenang :
a. Bertindak atas nama dan untuk kepentingan “PSN” baik urusan keluar maupun kedalam.
b. Mengambil kebijaksanaan yang dianggap perlu, diluar yang telah ditentukan, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
(2). Kebijaksanaan tersebut termaktub dalam ayat 1 b. diatas harus segera diberitahu dan dipertanggung-jawabkan kepada Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah atau Rapat Anggota “PSN”.
(3) Hak Menjadi Pengurus hilang bila :
a. Meninggal Dunia.
b. Pindah Tempat domisili ( Khusus untuk pengurus Daerah )..
c. Berhalangan karena Sakit berkepanjangan.
d. Mengundurkan diri atau diberhentikan dari kepengurusan “PSN” baik secara hormat maupun tidak hormat oleh Rapat Anggota, Musda atau Munas.
(4). Tugas dan Wewenang masing-masing jabatan pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


BAB IV


KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN.

Pasal 12.
KEANGGOTAAN.

(1.). “PSN” mempunyai keanggotaan.Persatuan Pinandita
a. Anggota ”PSN” adalah seluruh Pinandita umat Hindu, ditambah dengan Sarati Banten.
b. Anggota Kehormatan.
c. Penasehat dan Pelindung.
d. Dewan Kehormata
(2). Keanggotaan Persatuan “PSN” hilang apabila :
a. Meninggal dunia.
b. Karena sebab-sebab lain.


Pasal 13
HAK-HAK ANGGOTA

Anggota “PSN” berhak:
(1). Memilih dan dipilih untuk menjadi pengurus dan atau menjadi petugas-petugas tertentu, baik bersifat tetap maupun sementara.
(2). Mendapatkan bimbingan, pendidikan dan atau bantuan dari ”PSN”.
(3). Menghadiri rapat, memberikan suara, mengajukan usul menyangkut kepentingan ”PSN”, baik secara tertulis maupun lisan.
(4). Mendapatkan perlindungan dan pengayoman dari ”PSN”.
(5). Mendapatkan santunan atau sumbangan baik dalam keadaan sakit (rawat inap) maupun meninggal sebagai tanda tali kasih, disesuaikan dengan keuangan ”PSN”.
(6). Anggota kehormatan, Penasehat, Pelindung, berhak mengadiri rapat, memberikan suara, mengajukan saran atau usul yang menyangkut kepentingan ”PSN” namun tidak memiliki hak untuk dipilih menjadi pengurus.

Pasal 14
KEWAJIBAN ANGGOTA

Anggota ”PSN”berkewajiban :
(1). Tunduk kepada Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan dan Keputusan rapat ”PSN”
(2). Mencatat dirinya di pengurus ”PSN” setempat.
(3). Membayar iuran wajib bulanan yang telah ditetapkan oleh rapat anggota.
(4). Menjaga serta membela kepentingan dan kehormatan ”PSN”
(5). Melaksanakan tugas dan program kerja, yang telah diputuskan ”PSN”dengan penuh tanggung jawab.

BAB V

RAPAT-RAPAT.

Pasal 15.

RAPAT-RAPAT

(1). Rapat-rapat ”PSN” terdiri dari :
a. Musyawarah Nasional.
b. Musyawarah Daerah.
c. Rapat Anggota (khusus untuk Korlap).
d. Rapat Pengurus.
e. Rapat-rapat lainnya yang dipandang perlu oleh pengurus.
(2). Musyawarah Nasional dilaksanakan minimal satu ( 1 ) kali dalam 5 tahun.
(3). Musyawarah Daerah dilaksanakan minimal satu (1) kali dalam 5 tahun.
(4). Rapat Anggota dilaksanakan minimal 2 kali setahun.
(5). Rapat Pengurus dilaksanakan minimal 2 kali setahun.
(6). Rapat-rapat lain dilaksanakan tergantung situasi dan kondisi dan bila dipandang perlu.
(7). Rapat dianggap sah apabila telah memenuhi quorum.
(8). Keputusan Rapat diambil berdasarkan hasil Musyawarah dan Mufakat.
(9). Penjelasan lebih lengkap diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


BAB VI

U S A H A

Pasal 16
U S A H A

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut dalam BAB II, pasal 6, ”PSN” melakukan uasah-usaha sebagai berikut :
(1). Memupuk dan mengembangkan kegiatan para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan budaya.
(2). Mengadakan pendidikan bagi anggota Pinandita, Sarati banten dan masyarakat umum dibidang keagamaan.
(3). Mengorganisir dan menyelenggarakan Tirta Yatra baik dalam negeri maupun luar negeri.
(4). Mencetak atau menggandakan buku-buku keagamaan untuk pembinaan umat.
(5). Meningkatkan kesejahteraan para Pinandita dan Sarati banten
(6). Mengadakan hubungan atau kerjasama dengan semua pihak dalam masyarakat berdasarkan ajaran Dharma.
(7). Mengadakan atau mendirikan usaha-usaha lain yang sah, sepanjang tidak bertentangan dengan ayat-ayat suci Weda, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.


BAB VII

K E K A Y A A N

Pasal 17
K E K A Y A A N

Kekayaan Persatuan Pinandita Sanggraha terdiri dari :
(1). Uang Kas hasil iuran dari anggota.
(2). Sumbangan-sumbangan yang sah dan tidak mengikat, baik dari pemerintah maupun swasta, umat Hindu dalam maupun Luar Negeri yang menaruh minat terhadap usaha dan kegiatan ”PSN”.
(3). Hibah dan warisan-warisan.
(4). Hasil dari Badan usaha-usaha dari persatuan.
(5). Benda-benda milik ”PSN”adalah benda-benda yang didapat dan atau diusahakan oleh ”PSN”.


BAB VIII

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN.

Pasal 18
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

(1). Perubahan Anggaran Dasar “PSN” hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Nasional.
(2). Perubahan Anggaran Dasar “PSN”dianggap sah apabila Musyawarah Nasional termasuk dalam ayat 1. diatas dihadiri oleh sekurang-kurangnya (2/3) dua pertiga dari anggota dari peserta Munas.

Pasal 19
PEMBUBARAN

Pembubaran ”PSN” dimungkinkan apabila dikehendaki oleh sebagian besar anggota ”PSN”, melalui Musyawarah Nasional (Munas) untuk Pengurus Pusat, melalui Musda untuk Daerah dan melalui Rapat Anggota untuk Korlap.

BAB IX.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
KETENTUAN PENUTUP

(1). Pengurus “PSN” yang telah ada pada saat anggaran Dasar ini disahkan dianggap sah.
(2). Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan-peraturan khusus lainnya.
(3). Anggaran Dasar ini mulai berlaku pada saat di sahkan.


Disahkan di : Jakarta.
Pada Hari :
Tanggal :

Atas nama anggota Persatuan Pinandita Sanggraha Nusantara



ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSATUAN PINANDITA SANGGRAHA

BAB I

NAMA, TEMPAT, BENTUK, SIMBOL, WAKTU, RUANG LINGKUP DAN KEDAULATAN

Pasal 1.
NAMA DAN TEMPAT

(1). Nama Persatuan Pinandita Sanggraha Nusantara (“PSN”) ditetapkan atas kesepakatan anggota pada TEMU WICARA PANDITA, PINANDITA DAN SARATI BANTEN di Gedung Sapta Pesona Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tanggal sembilan belas Mei dua ribu tujuh , 19-5-2007..
(2). “PSN” berkedudukan atau berkantor Pusat di Jakarta, dengan Koordinator Wilayah di masing-masing Propinsi, Koordinator Daerah di masing-masing Kabupaten/Kota, dan Koordinator Lapangan di masing-masing Kecamatan.

Pasal 2
BENTUK DAN SIMBOL

(1). Bentuk organisasi ini sesuai dengan bentuk organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan pada umumnya, dan sesuai dengan bentuk pada saat ”PSN” ditetapkan.
(2). Simbol ”PSN” ditetapkan atas kesepakatan anggota sejak terbentuknya sanggraha ini, yaitu " KEMBANG TERATAI BERDAUN DELAPAN DENGAN HURUF ONGKARA AKSARA NEGARI DITENGAH DIBATASI DENGAN LINGKARAN YANG BERTULISKAN “ PINANDITA SANGGRAHA DAN NAMA WILAYAH ATAU CABANG TEMPAT PERKUMPULAN BERADA “.
(3). Bentuk organisasi dan simbol ”PSN” dapat dirubah atas persetujuan Musyawarah Nasional dalam suatu rapat lengkap yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 peserta sah (quorum), dan 2/3 tambah satu dari peserta Musyawarah Nasional. menyetujui perubahan tersebut.

Pasal 3
WAKTU

PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 4
R U A N G L I N G K U P

Ruang lingkup “PSN” adalah mencakup seluruh daerah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut Nusantara.


Pasal 5
KEDAULATAN

Wewenang dan Kedaulatan tertinggi berada ditangan Musyawarah Nasional (Munas) “PSN”

BAB II

SIFAT, AZAS DAN TUJUAN

Pasal 6
S I F A T

(1). “PSN” adalah suatu organisasi yang bersifat sosial budaya dan keagamaan.
(2). “PSN” ini merupakan organisasi dengan susunan organisasi sosial keagamaan yang berwawasan Nasional berdasarkan kitab suci Weda.
(3). Susunan organisasi “PSN” ini sesuai dengan susunan organisasi Kemasyarakatan dan Keagamaan pada umumnya.
(4). Susunan Organisasi “PSN” ini sudah sesuai dengan saat organisasi “PSN” ini ditetapkan.
(5) Organisasi “PSN” ini adalah organisasi dibawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Pasal 7
A Z A S

“PSN” ber azaskan PANCASILA dan ajaran-ajaran suci Weda.

Pasal 8
T U J U A N

Tujuan dari “PSN” :

(1). Memupuk dan membina rasa persatuan, kesatuan dan rasa kesetiakawanan sosial antar Pinandita dan Sarati banten, antar umat se Dharma khususnya, umat manusia umumnya guna menumbuhkan rasa percaya diri pada setiap anggota “PSN”
(2). Menyamakan pandangan dan langkah atau Visi dan Misi anggota “PSN” serta mengembangkan, meningkatkan Srada dan Bhakti yang bertanggung jawab demi kesinambungan ajaran suci Hindu Dharma. dan ikut ambil bagian dalam rangka menyebar luaskan pengetahuan dan pelaksanaan ajaran-ajaran suci Weda.
(3). Turut aktif membantu, membina dan memimpin umat Hindu Dharma dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerohanian maupun kegiatan upacara dan Upakara Yadnya.
(4). Ikut dan aktif menjaga hubungan yang harmonis antar lembaga agama baik intern maupun extern
(5). Meningkatkan sumber daya ”PSN” baik wawasan pengetahuan (Jnana) dan Etika/Susila sesuai dengan ajaran suci Weda sehingga menjadi panutan bagi umat.

BAB III

FUNGSI DAN TUGAS ORGANISASI

Pasal 9
FUNGSI ORGANISASI

Fungsi “PSN” adalah :

* Di tingkat Pusat Mengkoordinasikan Korwil-Korwil dalam :

(1). Menyatukan Visi dan Misi serta mengembangkan, meningkatkan Srada dan Bhakti yang bertanggung jawab demi kesinambungan ajaran suci Hindu Dharma.
(2). Meningkatkan pengabdian para anggota kepada masyarakat umat Hindu Dharma dalam bentuk pelaksanaan upacara dan Upakara Yadnya dan pembinaan umat.
(3). Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan Budaya.
(4). Meningkatkan kwalitas, martabat dan kesejahteraan seluruh anggota PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA.

* Di tingkat Propinsi/Korwil Mengkoordinasikan Korda-Korda dalam :

(1). Menyatukan Visi dan Misi serta mengembangkan, meningkatkan Srada dan Bhakti yang bertanggung jawab demi kesinambungan ajaran suci Hindu Dharma.
(2). Meningkatkan pengabdian para anggota kepada masyarakat umat Hindu Dharma dalam bentuk pelaksanaan upacara dan Upakara Yadnya dan pembinaan umat.
(3). Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan Budaya.
(4). Meningkatkan kwalitas, martabat dan kesejahteraan seluruh anggota PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA.

* Di tingkat Kabupaten/Kota (Korda). Mengkordinasikan Korlap-Korlap dalam :

(1). Menyatukan Visi dan Misi serta mengembangkan, meningkatkan Srada dan Bhakti yang bertanggung jawab demi kesinambungan ajaran suci Hindu Dharma.
(2). Meningkatkan pengabdian para anggota kepada masyarakat umat Hindu Dharma dalam bentuk pelaksanaan upacara dan Upakara Yadnya dan pembinaan umat.
(3). Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan Budaya.
(4). Meningkatkan kwalitas, martabat dan kesejahteraan seluruh anggota PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA.

* Di tingkat Kecamatan/Korlap. Mengkoordinasikan anggota-anggota dalam :

(1). Menyatukan Visi dan Misi serta mengembangkan, meningkatkan Srada dan Bhakti yang bertanggung jawab demi kesinambungan ajaran suci Hindu Dharma.
(2). Meningkatkan pengabdian para anggota kepada masyarakat umat Hindu Dharma dalam bentuk pelaksanaan upacara dan Upakara Yadnya dan pembinaan
umat.
(3). Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan Budaya.
(4). Meningkatkan kwalitas, martabat dan kesejahteraan seluruh anggota PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA.

Pasal 10
TUGAS ORGANISASI

Tugas pokok “PSN” adalah :

(1) Melayani umat Hindu dalam pelaksanaan Upacara Yadnya baik di tempat-tempat suci ( pura ) maupun di tempat lain dengan tidak membeda-bedakan .suku, ras dan golongan.
(2). Meningkatkan kwalitas para anggota “PSN” baik wawasan, Pengetahuan ( Jnana ), dan Etika/susila sesuai dengan ajaran-ajaran kitab suci Weda sehingga menjadi panutan bagi umat Hindu.
(3). Meningkatkan pengabdian dan pembinaan para anggota “PSN” kepada masyarakat dan umat Hindu.
(4). Meningkatkan dan mempererat suasana kerukunan diantara para anggota dalam bidang keagamaan, Sosial dan Budaya.
(5). Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan setiap badan, organisasi, lembaga yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan baik lokal, nasional maupun internasional.
(6). Meningkatkan kesejahteraan dan martabat para anggota “PSN”.


BAB IV

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN ORGANISASI PINANDITA SANGGRAHA NUSANTARA

Pasal 11
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN ORGANISASI

Organisasi “PSN” tersusun atas :

(1) “PSN” Pusat adalah merupakan induk organisasi yang berkedudukan di Tingkat Nasional dalam hal ini di ibukota Negara yaitu DKI Jakarta Raya.
(2) “PSN” Daerah adalah merupakan anak Cabang dan Ranting dari “PSN” Pusat yang terdiri dari :
a. Untuk Provinsi atau Daerah yang setingkat dengan Provinsi selanjutnya disebut Korwil ( Koordinantor Wilayah ) “PSN”.
b. Untuk Kabupaten/Kota atau Daerah yang setingkat selanjutnya disebut Korda ( Koordinator Daerah ) “PSN”.
c. Untuk Kecamatan meliputi Desa/Kelurahan atau yang setingkat dan Pura, selanjutnya disebut Korlap (Koordinator Lapangan ) “PSN” Kecamatan.
(3) Di daerah yang belum terdapat Korda dan Korlap “PSN”, maka “PSN” yang setingkat lebih tinggi dapat menangani atau menunjuk perwakilannya.
(4) Korwil “PSN” kedudukannya berada di bawah “PSN” Pusat dan berkewajiban,
mentaati serta melaksanakan keputusan “PSN” Pusat, dan AD/ART “PSN”.
(5) Korda “PSN” kedudukannya berada di bawah Korwil “PSN”, berkewajiban mentaati serta melaksanakan keputusan “PSN”Pusat, Korwil dan AD/ART “PSN”
(6) Korlap “PSN” kedudukannya di bawah Korda “PSN” Persatuan, berkewajiban mentaati serta melaksanakan keputusan “PSN” , Korwil, Korda , dan AD/ART “PSN”.

BAB V

KEPENGURUSAN, TUGAS, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN.

Pasal 12.
P E N G U R U S

Pengurus adalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengurusi organisasi “PSN”, baik untuk kepentingan keluar organisasi maupun untuk kepentingan kedalam organisasi. Pengurus dipilih dari anggota biasa “PSN” setelah masa jabatan Pengurus periode sebelumnya habis kecuali untuk yang pertama kali. Tata cara pemilihan diatur dalam anggaran Rumah Tangga “PSN”, BAB V pasal 18 dan 19.

Pasal 13
STRUKTUR KEPENGURUSAN ORGANISASI

Pengurus “PSN” terdiri dari Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah.
(1) Kepengurusan Pusat terdiri dari:
a. Dewan Pelindung : Dirjen Bimas Hindu dan PHDI Pusat.
b. Dewan Penasehat : Para Sulinggih di Tingkat Pusat/yang dipilih/yang terpilih.
c. Dewan Kehormatan ”PSN”.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari : a. Pengurus Inti
b. Seksi-seksi.
(2) Kepengurusan Daerah Provinsi ( Korwil ) terdiri dari:
a. Dewan Pelindung : Kanwil Bimas Hindu dan PHDI Provinsi
b. Dewan Penasehat : Sulinggih yang ada di daerah /atau yang dipilih/terpilih.
c. Dewan Kehormatan Daerah.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari : a. Pengurus Inti.
b. Seksi-seksi.
(3) Kepengurusan Daerah Kabupaten (Korda ) terdiri dari:
a. Dewan Pelindung : PHDI Kabupaten
b. Dewan Penasehat : Sulinggih yang ada di daerah /atau yang
dipilih/terpilih/kalau ada.
c. Dewan Kehormatan Daerah.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari : a. Pengurus Inti.
. b. Seksi-seksi
(4) Kepengurusan Kecamatan ( Korlap ) terdiri dari :
a. Dewan Pelindung : PHDI setempat
b. Dewan Penasehat : Sulinggih yang ada di daerah /atau yang
dipilih/terpilih/kalau ada
c. Dewan Kehormatan Daerah.
d. Pengurus Lengkap terdiri dari : a. Pengurus Inti.
b. Seksi-seksi.

Pasal 13.
S U S U N A N P E N G U R U S P U S A T.

Pengurus Pusat ”PSN” adalah :
(1) Pengurus Pusat diangkat dan diberhentikan oleh Munas ( Musyawarah Nasional ), ”PSN”
(2) Pengurus dipilih dari anggota ”PSN” setelah masa jabatan Pengurus periode sebelumnya habis, kecuali untuk yang pertama kali.
(3) Pengurus Pusat adalah Pengurus Lengkap yang terdiri dari Pengurus Inti ditambah Seksi-seksi.
(4) Pengurus Pusat dipimpin oleh seorang ketua Umum.
- Ketua Umum dibantu oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang Ketua.
- Sekretaris Umum dibantu oleh sekurang-kurangnya 1(satu) orang Sekretaris.
- Bendahara Umum dibantu oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Bendahara.
(5) Pengurus Inti di Kepengurusan Pusat untuk Periode 2008 – 2013 tediri dari :
a. Ketua Umum.
b. Ketua I ( Bidang Pendidikan Keagamaan dan Litbang ),
c. Ketua II ( Bidang Organisasi dan Dana ),
d. Ketua III ( Bidang Kemasyarakatan dan Humas ),
e. Ketua IV ( Bidang Upakara-Upacara dan Sarati Banten).
f. Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum,
g. Bendahara Umum dan Wakil Bendahara.
(6) Masing-masing ketua membawahi beberapa seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan Organisasi.
(7) Masa bakti pengurus untuk satu periode ditetapkan adalah 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk periode berikutnya, untuk posisi Ketua Umum hanya dua kali masa jabatan.

Pasal 15
S U S U N A N S E K S I P E N G U R U S.

(1) Ketua Umum membawahi:
a. Sekretaris Umum dan Wakil.
b. Bendahara Umum dan Wakil.
(2) Ketua I membawahi seksi-seksi :
a. Pendidikan dan Pengajaran
b. Tuntunan Agama dan Moral
c. Dharma Wecana
d. Publikasi Internet, Perpustakaan dan Penterjemah.
e Penelitian dan Pengembangan.
(3) Ketua II membawahi Seksi :
a. Dana
b. Bantuan Hukum.
c. Organisasi dan Kelembagaan.
d. Pusat Pengelolaan Data (Pullahdat).
(4) Ketua III membawahi seksi :
a. Siaran dan Penerbitan merangkap Humas
b. Sosial Kemasyarakatan.
c. Asuransi.
d. Kesulinggihan.
(5) Ketua IV membawahi seksi :
a. Upakara dan Upacara Yadnya
b. Sarati Banten.
c. Kesehatan.

Pasal 16
PENGURUS DAERAH

(1). Pengurus Daerah terdiri dari:

a. Korwil adalah Koordinantor Wilayah berkedudukan di ibu kota Provinsi,
b. Korda adalah Koordinator Daerah berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau Kota atau setingkat.
c. Korlap adalah Koordinator Lapangan berkedudukan di Kecamatan meliputi Kelurahan/Desa atau Pura, dibentuk sesuai dengan kebutuhan di Daerah, yang berfungsi mengkoordinir anggota di suatu daerah, baik di kecamatan/Desa/kelurahan maupun di masing-masing Pura.

(2) Kepengurus Daerah adalah pengurus lengkap yang terdiri dari pengurus Inti yakni :
- Ketua dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Ketua.
- Sekretaris dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Sekretaris.
- Bendahara dan dibantu sekurang-kurangnya 1(satu) Wakil Bendahara.
- Serta seksi-seksi yang jumlahnya ditentukan sesuai kebutuhan.

Pasal 17
S U S U N A N P E N G U R U S D A E R A H.

Susunan Pengurus Daerah terdiri dari:
(1) Pengurus Inti :
- Ketua
- Wakil Ketua.
- Sekretaris
- Wakil Sekretaris.
- Bendahara.
- Wakil Bendahara.
(2). Seksi-seksi, dan koordinator-koordinator yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya : Seksi Pendidikan, Seksi Sosial kebudayan dan kerohanian, Seksi Humas, Seksi Upacara dan yadnya, Seksi Transportasi dan Perlengkapan, Seksi Penggalian Dana, Koordinator-koordinator Daerah/Lapangan.


Pasal 18
M A S A B A K T I P E N G U R U S.

(1). Masa bakti pengurus ditetapkan adalah 5 ( lima ) tahun sejak serah terima jabatan dari pengurus periode sebelumnya, bisa dipilih lagi satu kali masa kepengurusan berikutnya, khususnya Ketua Umum hanya dua kali masa kepengurusan berturut-turut.
(2). Apabila masa bakti pengurus telah berakhir, maka minimal 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa bhakti telah diadakan Rapat anggota, Musda dan Munas dimana pengurus yang telah habis masa jabatannya mempertanggung jawabkan kepengurusannya didalam Rapat anggota musda dan Munas.
(3) Apabila pertanggung jawaban dapat diterima, maka rapat diteruskan dengan panitia pemilihan.
(4) Dalam hal pertanggung jawaban tidak dapat diterima, pengurus lama harus menyelesaikan permasalahannya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah masa baktinya berakhir, dan bila masih belum dapat memberikan pertanggung jawaban, maka pengurus lama dikenakan sanksi administrasi keanggotaan.
(5). Pengurus lama dapat dipilih kembali dalam masa periode berikutnya, khusus Ketua Umum atau Ketua didaerah hanya untuk satu kali masa jabatan lagi, dengan syarat pertanggung jawaban masa kepengurusannya sebelumnya bisa diterima oleh rapat paripurna dalam Musyawarah Nasional (Munas), Musda atau Rapat anggota “PSN”.
(6) Pengurus lama tidak bisa diterima atau dipilih lagi, kalau pertanggung jawabannya tidak bisa diterima, dan juga tidak dikehendaki oleh rapat paripurna dalam Musyawarah Nasional, Musyawarah Daerah atau Rapat anggota “PSN”.
(7) Serah terima jabatan dilaksanakan dalam suatu Rapat lengkap Munas atau Musda atau Rapat anggo¬ta.

Pasal 19
P E M I L I H A N P E N G U R U S.

(1) Pemilihan dapat dilaksanakan dan dianggap sah apabila Rapat pemiihan memenuhi persyaratan quorum yaitu dihadiri oleh sekurang - kurangnya 2/3 anggota sah (biasa) dan untuk keputusan sekurang-kurangnya 2/3 ditambah satu dari anggota yang hadir memberikan suara sah.
(2) Pemilihan dilaksanakan oleh panitia pemilihan.
(3) Panitia pemilihan dibentuk dan dipilih oleh Rapat pengurus lengkap ”PSN”.
(4) Calon pengurus dipilih dari Anggota biasa.
(5) Jabatan ketua Umum adalah yang terpilih dengan mendapat suara terbanyak.
(6) Calon Pengurus disahkan menjadi pengurus oleh Rapat lengkap Munas atau rapat anggota.
(7) Apabila salah satu anggota pengurus tidak bisa melaksanakan tugasnya atau karena sesuatu hal berhalangan untuk menjalankan tugasnya, maka Ketua yang membawahinya berhak untuk memilih pengganti pengurus tersebut.
(8) Untuk Pengurus Pusat, Apabila Ketua Umum berhalangan atau tidak bisa melaksanakan tugasnya, Jabatannya diganti oleh seorang Pengurus Inti berdasarkan keputusan musyawarah Pengurus inti sampai masa jabatan berakhir.
(9) Untuk pengurus Daerah, apabila Ketua berhalangan atau tidak bisa melaksanakan tugasnya, Jabatannya diisi oleh salah seorang Pengurus Inti daerah berdasarkan Musyawarah sampai masa jabatan berakhir.
(10) Apabila dalam Rapat belum memenuhi qorum yaitu ½ dari anggota yang hadir , maka Ketua Rapat dapat menskorsing Rapat Kedua dan dianggap sah memenuhi qorum untuk menyelenggarakan Rapat dan mengambil keputusan yang sah dan mengikat.

Pasal 20
TUGAS PENGURUS INTI

Pengurus Inti bertugas :
(1) Memimpin dan menjalankan roda Organisasi guna mencapai tujuan-tujuan ”PSN”.sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ”PSN”.
(2) Membuat dan melaksanakan program kerja Pengurus yang telah disetujui atau ditetapkan oleh Munas untuk tingkat pusat atau Musada untuk Daerah atau Rapat anggota untuk Korlap.
(3) Meningkatkan kwalitas dan kesejahteraan anggota ”PSN”.
(4) Meningkatkan pengabdian dan Pelayanan kepada umat Hindu dibidang Upacara dan Yadnya.
(5) Memberikan pertanggung jawaban kepada rapat anggota atau Musda atau Munas ”PSN”.
(6) Tugas masing-masing jabatan pengurus diatur dalam Surat Keputusan yang dibuat, disepakati dalam rapat Pengurus inti, disesuaikan dengan ART Bab V, Pasal 14, Anggaran Rumah Tangga ”PSN”.

Pasal 21.
WEWENANG PENGURUS INTI

Pengurus Inti Pusat berwenang :
.
(1) Bertindak atas nama dan untuk kepentingan Persatuan Pinandita Sanggraha baik keluar maupun kedalam, esuai dengan AD/ART
(2) Mengambil kebijaksanaan yang dianggap perlu, diluar yang telah ditentukan, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ”PSN”.
(3) Kebijaksanaan tersebut dalam ayat 2 diatas harus segera diberitahukan dan dipertanggung jawabkan kepada anggota ”PSN”.
(5). Wewenang masing-masing jabatan pengurus diatur dalam Surat Keputusan yang dibuat, disepakati dalam Rapat Pengurus Inti, disesuaikan denagn ART Bab V, Pasal 14, ”PSN”. .


Pasal 22
H A K PENGURUS INTI

Pengurus Inti Pusat berhak :
(1) Mengambil kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan sehingga roda organisasi “PSN” berjalan sesuai dengan visi dan misi yang di amanahkan oleh AD/ART.
(2) Mengelola dana atau aset organisasi sehingga roda organisasi berjalan sesuai dengan AD/ART.
(3) Mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak manapun yang menguntungkan “PSN” sesuai dengan AD/ART.
(4) Mendapat nasehat dari Dewan Penasehat “PSN”.
(5) Mendapat Perlindungan dari Dewan Pelindung “PSN”.
(6) Mendapat informasi atau laporan dari Dewan Kehormatan “PSN”.
(7) Hak Menjadi Pengurus hilang bila :
a. Meninggal Dunia.
b. Pindah Tempat Domisili ( Khusus untuk pengurus Daerah )..
c. Berhalangan karena Sakit berkepanjangan.
d. Mengundurkan diri atau diberhentikan dari kepengurusan “PSN” baik secara hormat maupun tidak hormat oleh rapat anggota atau Munas.


Pasal 23
K E W A J I B A N PENGURUS INTI

Pengurus Inti Pusat berkewajiban :
(1) Memberikan laporan pertanggung Jawaban kepada Munas atau Rapat lengkap Anggota Persatuan Pinandita Sanggraha.
(2) Melaporkan kebijakan-kebijakan yang diambil diluar AD/ART kepada Munas atau Musda atau Rapat lengkap Anggota ”PSN”.
(3) Melaporkan keuangan atau aset-aset organisasi kepada Musda, Munas atau Rapat lengkap anggota ”PSN”.
(4) Mendengarkan dan mempertimbangkan nasehat dari Dewan Penasehat dalam mengambil kebijakan-kebijakan organisasi..
(5) Medengarkan dan mempertimbangkan informasi, rekomendasi atau klarifikasi suatu masalah dari Dewan Kehormatan sebagai landasan untuk mengambil keputusan atau kebijakan demi utuhnya organisasi

BAB VI

D E W A N D A N K E P A N I T I A A N.

Pasal 24
D E W A N – D E W A N

(1) “PSN” mempunyai Dewan-Dewan:
a. Dewan Penasehat.
b. Dewan Pelindung
c. Dewan Kehormatan.
(2) Dewan-Dewan tersebut diatas bertugas hanya memberikan nasehat, perlindungan, saran, informasi, rekomendasi dan teguran, kepada pengurus maupun anggota.
(3) Anggota Dewan-Dewan tersebut ditunjuk atau dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional atau Musyawarah Daerah atau rapat lengkap anggota „PSN“.
(4) Keanggotaan Dewan tersebut diatas hilang bila:
a. Mengundurkan Diri
b. Meninggal Dunia.
c. Berhalangan, berhenti baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat.
d. Pindah alamat khusus untuk Daerah.

Pasal 25
DEWAN PENASEHAT

DEWAN PENASEHAT, TUGAS DAN KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN

(1). NAMA
a. Dewan Penasehat adalah badan yang dibentuk oleh Munas atau Musda atau Rapat lengkap yang anggotanya dipilih dari Para Sulinggih yang ada ditatanan daerah masing-masing ( Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan/Kelurahan/Desa), yang selanjutnya disebut Dewan Penasehat “PSN”.
b. Dewan Penasehat Persatuan “PSN” anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari 1 Orang.

(2) TUGAS
a. Memberi nasehat atau informasi kepada pengurus mengenai segala hal yang berhubungan dengan kegiatan organisasi baik keluar maupun kedalam.
b. Ikut berpartisipasi untuk memajukan “PSN”.
(3) KEWENANGAN
a. Memberi nasehat atau informasi kepada pengurus mengenai segala hal yang berhubungan dengan kegiatan organisasi baik keluar maupun kedalam., baik diminta maupun tidak
b. Wenang berpartisipasi untuk memajukan “PSN”.
(4) HAK
a. Berhak ikut rapat-rapat yan bila dipandang perlu dibutuhkan untuk sesuatu tugas.
b. Berhak memanggil, menasehati pengurus dan anggota, sesuai dengan informasi yang didapat baik dari anggota maupun dari pihak luar.
(5) KEWAJIBAN
a. Menjaga baik nama “PSN” sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
b. Wajib melaksanakan tugas-tugas yang di embannya.

Pasal 26
DEWAN PENASEHAT

DEWAN PELINDUNG, TUGAS DAN KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN

(1). NAMA
a. Dewan Pelindung adalah badan yang dibentuk oleh Munas atau Musda atau Rapat lengkap yang anggotanya dipilih dari Dirjen/Kanwil Bimas Hindu Depag, Ketua PHDI ( Pusat, Kabupate dan Kecamatan ) yang ada ditatanan daerah masing-masing ( Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan/Kelurahan/Desa ), yang selanjutnya disebut Dewan Pelindung “PSN”.
b. Dewan Pelindung “PSN” anggotanya minimal terdiri dari 2 Orang.

(2) TUGAS
a. Memberi perlindungan kepada Organisasi Persatuan Pinandita Sanggraha bila ada tekanan atau ancaman dari pihak luar atau dari manapun, sesuai dengan aturan atau jalur Hukam yang ada.
b. Ikut berpartisipasi untuk memajukan Persatuan Pinandita Sanggraha.

(3) KEWENANGAN
a. Memberi perlindungan kepada Organisasi “PSN” bila ada tekanan atau ancaman dari pihak luar atau dari manapun, sesuai dengan aturan atau jalur hukam yang ada.
b. Wenang berpartisipasi untuk memajukan “PSN”.

(4). HAK
a. Berhak ikut rapat-rapat yang bila dipandang perlu dibutuhkan untuk sesuatu tugas.
b. Berhak memanggil, menasehati pengurus dan anggota, sesuai dengan informasi yang didapat baik dari anggota maupun dari pihak luar.

(5) KEWAJIBAN
a. Menjaga baik nama Pinandita Sanggraha sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
b. Wajib melaksanakan tugas-tugas yang di embannya.

Pasal 27
DEWAN KEHORMATAN.

DEWAN KEHORMATAN, TUGAS DAN KEWENANGAN

(1) NAMA
a. Dewan Kehormatan adalah badan yang dibentuk oleh Rapat Paripurna atau Munas atau Musda atau Rapat anggota yang anggotanya dipilih dari anggota yang sudah senior dalam ke Pinanditaan dan organisasi yang selanjutnya disebut Dewan Kehormatan “PSN.
b. Dewan Kehormatan “PSN” anggotanya minimal terdiri dari 5 rang.

(2) TUGAS.
a. Mengawasi seluruh anggota maupun pengurus “PSN” agar selalu dalam koridor Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang merupakan landasan dasar Organisasi “PSN”.
b. Mengarahkan/mengingatkan dan menasehati anggota maupun pengurus “PSN” agar tidak keluar dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
c. Ikut berpartisipasi untuk memajukan “PSN”.

(3) KEWENANGAN
a. Mengawasi seluruh anggota maupun pengurus “PSN” agar selalu dalam koridor Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang merupakan landasan dasar Organisasi “PSN”.
b. Mengarahkan, mengingatkan dan menasehati anggota maupun pengurus “PSN” agar tidak keluar dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
c. Ikut berpartisipasi untuk memajukan “PSN”.

(4). HAK
a. Berhak mengadakan rapat-rapat yang dibutuhkan untuk sesuatu tugas.
b. Berhak mendapatkan klarifikasi dari pengurus maupun anggota, sesuai dengan informasi yang didapat baik dari anggota maupun dari pihak luar.
c. Berhak membuat kesimpulan dan keputusan dari hasil kerja maupun dari hasil
rapat-rapat Dewan Kehormatan “PSN”.

(5) KEWAJIBAN
a. Menjaga baik nama “PSN” dan melaksanakan tugas atau berprilaku sesuai dengan “Sesananing Pemangku” dan selalu bertindak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga “PSN”.
b. Wajib melaksanakan tugas-tugas yang di embannya.
c. Wajib memberikan hasil keputusan atau rekomendasi kepada Pengurus,Munas Musda dan Rapat Plengkap anggota.

Pasal 28
P A N I T I A - P A N I T I A.

(1). Bila dianggap perlu, pengurus dengan persetujuan seluruh anggota dapat membentuk Panitia Pemeriksa keuangan yang bertugas untuk mengadakan pemeriksaan kekayaan Organisasi, dan hasil usaha dari badan usaha organisasi, hasil pemeriksaan panitia tersebut selanjutnya diserahkan kepada pengurus “PSN”.

(2). Panita-panitia lain dibentuk berdasarkan kebutuhan oleh pengurus harian “PSN”.

BAB VII.
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN.

Pasal 29
K E A N G G O T A A N

(1). “PSN” mempunyai :
a. Anggota “PSN” adalah seluruh pinandita umat Hindu, ditambah dengan Sarati Banten.
b. Anggota Kehormatan.
c. Penasehat dan Pelindung.
d. Pembina

(2). Penerimaan dan pendaftaran anggota:
a. Penerimaan dan pendaftaran anggota biasa dilakukan secara tertulis dan mengisi daftar isian yang ditetapkan oleh ”PSN”.
b. Setiap anggota akan didaftar dan dicatat dalam suatu buku induk anggota.
c. Penerimaan anggota Kehormatan, penasehat, Pelindung, Pembina disetujui dan
ditetapkan oleh rapat anggota.

(3) Keanggotaan ”PSN” hilang apabila:
a. Meninggal dunia.
b. Pindah ketempat lain.
c. Karena sebab-sebab lain.

Pasal 30
H A K A N G G O T A.

Anggota berhak:
(1). Mengeluarkan pendapat, mengajukan usul, bertanya dan mengontrol organisasi langsung kepada pengurus harian.
(2). Memilih dan dipilih dalam segala jabatan kepengurusan organisa¬si.
(3) Meminta pertanggungjawaban organisasi dalam melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan melalui rapat anggota.
(4) Mendapatkan pelayanan baik suka maupun duka, mendapatkan bimbingan, pendidikan dan atau bantuan dari ”PSN”.
(5) Menghadiri rapat, memberikan suara, mengajukan atau mengusulkan segala rupa soal dan kepentingan yang menyangkut ”PSN”, baik secara tertulis maupun lisan.
(6) Mendapatkan santunan atau sumbangan baik dalam keadaan sakit maupun meninggal sebagai tanda tali kasih, disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekonomi sosial bangsa dan kas ”PSN”.
(7). Anggota kehormatan, Penasehat, Pelindung, Pembina, berhak menghadiri rapat,
memberikan suara, mengajukan saran atau usul segala sesuatu yang menyangkut
kepentingan ”PSN”, dan tidak berhak dipilih menjadi pengurus.

Pasal 31.
K E W A J I B A N A N G G O T A.

Anggota wajib:

(1). Setiap anggota berkewajiban untuk menjunjung tinggi nama baik ”PSN” dengan melaksanakan TRIKAYA PARI SUDHA serta tunduk kepada aturan-aturan, adat istiadat dan melaksana¬kan kewajiban sebagai Umat Hindu Dharma dengan sebaik-baiknya.
(2). Wajib ngaturan ayah, melaksanakan tugas dan melaksanakan “Sesananing Pemangku di pura dimana Anggota pinandita bertugas atau di winten atau dilantik dengan iklas dan jujur..
(3). Wajib mengikuti rapat-rapat/pertemuan-pertemuan, mengikuti kegiatan “PSN” baik intern maupun extern.
(4). Wajib membayar iuran bulanan sebesar yang telah ditetapkan oleh Rapat paripurna Anggota.
(5). Mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan keputusan bersama yang
diputuskan dalam rapat paripurna anggota “PSN”.

Pasal 32
S A N K S I - S A N K S I

Bagi anggota “PSN” yang tidak memenuhi kewajibannya seperti termaksud pada Bab VII, Pasal 30 akan dikenakan sanksi sebagai berkut:
(1). Teguran lisan 3 (tiga) kali.
(2). Teguran tertulis 3 (tiga) kali.
(3) Apabila setelah teguran termaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 dalam pasal ini tidak dipenuhi maka atas rekomendasi Dewan Kehormatan “PSN” anggota yang bersangkutan tidak akan mendapatkan hak-haknya sesuai dengan Bab VII, pasal 29..


BAB VIII

RAPAT - RAPAT

Pasal 33
RAPAT PENGURUS DAN RAPAT ANGGOTA.

Pengurus harus mengadakan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua ) kali dalam satu tahun.
(1). Munas adalah merupakan badan tertinggi dari persatuan ”PSN” Pusat.diadakan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali, tempat ditentukan oleh pengurus.
(2). Munas Luar Biasa bisa diadakan bila dipandang perlu, atas usul dari Korwil ( minimal 10 Korwil ) atau oleh rapat pengurus lengkap.
(3). Musda adalah merupakan badan tertinggi dari ”PSN” Daerah dan diadakan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali dengan mengambil tempat yang ditentukan oleh pengurus.
(4). Rapat Anggota adalah merupakan badan tertinggi dari ”PSN” tingkat Kecamatan /Kelurahan dan Pura dan diadakan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali dengan mengambil tempat yang ditentukan oleh Pengurus.
(5). Munas, Musda dan Rapat Anggota dianggap memenuhi persyaratan quorum adalah apabila dihadiri oleh sekur¬ang-kurangnya 1/2 dari anggota sah (biasa).
(6) Rapat pemilihan pengurus dapat diteruskan apabila memenuhi persyaratan quorum, dan hasil pemilihan dianggap sah apabila sekurang-kurangnya ½ ditambah satu peserta rapat memberikan suara.
(7). Apabila dalam rapat belum memenuhi qorum yaitu ½ dari anggota yang hadir , maka Ketua Rapat dapat menskorsing Rapat beberapa waktu , dan kemudian dilanjutkan kembali dengan Rapat Kedua dan dianggap sah memenuhi qorum untuk menyelenggarakan Rapat dan mengambil keputusan yang sah dan mengikat.
(8) Segala keputusan rapat anggota harus dihormati dan dilaksanakan.

BAB IX

U S A H A

Pasal 34
U S A H A

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam BAB II pasal 7, “PSN” melakukan uasah-usaha sebagai berikut :
(1). Memupuk dan mengembangkan kegiatan para anggota dalam bidang keagamaan, sosial dan budaya.
(2) Mengadakan hubungan dan atau kerjasama dengan semua pihak dalam masyarakat, mengadakan hubungan dengan Instansi terkait dalam bidang pendidikan , mengadakan saresehan, pertemuan-pertemuan yang membahas keagamaan.
(3). Mengadakan usaha-usaha lain yang sah , sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah “PSN”.
(4). Mengadakan pendidikan bagi anggota Pinandita, Sarati banten dan masyarakat umum dibidang keagamaan.
(5). Mengorganisir dan menyelenggarakan Tirta Yatra baik dalam negeri maupun luar negeri.
(6). Mencetak atau menggandakan buku-buku keagamaan untuk pembinaan umat.
(7). Menulis dan mebuat makalah-makalah di media, baik di media electronik maupun dimedia massa dalam rangka pembinaan umat dan pengembangan, pengamalan ajaran suci Hindu Dharma.
(8). Meningkatkan dan mengangkat martabat dan kesejahteraan para Pinandita dan Sarati banten.

BAB X

HARTA BENDA

Pasal 35.
H A R T A B E N D A

(1). Harta benda “PSN” terdiri dari :
a. Uang Kas ”PSN”.
b. Benda-benda milik ”PSN”.
(2) Keuangan ”PSN” didapat dari :
a. Iuran dari anggota.
b. Sumbangan-sumbangan yang sah dan tidak mengikat.
c. Usaha_usaha lain dan sah.

(3). Benda-benda milik Persatuan Pinandita Sanggraha adalah benda-benda yang didapat dan atau diusahakan oleh Persatuan Pinandita Sanggraha.


BAB XI

PERUBAHAN DAN PEMBATALAN

Pasal 36
P E R U B A H A N.

(1).Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dirubah oleh Rapat Anggota Paripurna.
(2).Setiap Usulan atau saran-saran perubahan, dapat disampaikan melalui
pengurus untuk dibahas dan diteruskan pada Rapat Anggota Paripurna.
(3).Perubahan Anggaran Rumah Tangga “PSN” dianggap sah apabila Munas dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggota “PSN”.

BAB XII

PENUTUP

Pasal 37
P E N U T U P

Anggaran Rumah Tangga ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar ”PSN” dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan dalam rapat anggota Sanggraha.


SUSUNAN TIM PENYUSUN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAHTANGGA

Ketua : JM Ir I GUSTI NGURAH SUYADNYA.

Sekretaris : JM. ASTONO CHANDRA DANA. SE.MM

ANGGOTA : JM MADE SUDIADA.
JM NYOMAN SUWETA
JM WAYAN RAJIN
IBU WARTI SUGITA
JM KETUT JANAKA
JM ISTRI SUYASA
JM ISTRI MADE MANDRA.

Thursday, May 20, 2010

Hindu Dalam Wacana Bali Sentris-Non-Bali Sentris

Oleh: Ida Pandita Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi


KEINGINAN mengadakan reformasi di segala bidang akhir-akhir ini menimbulkan wacana yang berkembang, antara lain tentang Hindu Bali sentris yang ditolak oleh beberapa kalangan, baik yang tinggal dan berasal dari Bali maupun yang di luar Bali. Hal ini sebaiknya dikaji lebih dalam agar reformasi dilaksanakan dengan tepat dan berdampak positif bagi umat Hindu di Tanah Air.

Sebagaimana ditulis dalam buku Pengantar Agama Hindu untuk perguruan tinggi (Cudamani, 1990) ada tujuh Maha Rsi yang menerima wahyu Weda di India sekitar 2500 tahun sebelum masehi yaitu Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasista, dan Kanwa. Mereka mengembangkan agama Hindu masing-masing menurut bagian-bagian Weda tertentu. Kemudian para pengikutnya mengembangkan ajaran yang diterima dari guru mereka, sehingga lama-kelamaan terbentuklah sekte-sekte yang jumlahnya ratusan.

Sekte-sekte terbanyak pengikutnya antara lain: Pasupata, Linggayat Bhagawata, Waisnawa, Indra, Saura, dan Siwa Sidhanta.

Sekte Siwa Sidhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India Tengah) kemudian menyebar ke Indonesia.

Di Indonesia seorang Maha Rsi pengembang sekte ini yang berasal dari Pasraman Agastya Madyapradesh dikenal dengan berbagai nama antara lain Kumbhayoni, Hari Candana, Kalasaja, dan Trinawindu. Yang populer di Bali adalah nama Trinawindu atau Bhatara Guru, disebut-sebut dalam lontar kuno seperti Eka Pratama.

Ajaran Siwa Sidhanta mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda dengan sekte Siwa yang lain.

Sidhanta artinya ''kesimpulan'', sehingga Siwa Sidhanta artinya kesimpulan dari Siwaisme. Kenapa dibuat kesimpulan ajaran Siwa? Karena Maha Rsi Agastya merasa sangat sulit menyampaikan pemahaman kepada para pengikutnya tentang ajaran Siwa yang mencakup bidang sangat luas. Diibaratkan seperti memperkenalkan gajah kepada orang buta. Jika yang diraba kakinya, maka orang buta mengatakan gajah itu bentuknya seperti pohon kelapa, bila yang diraba belalainya mereka mengatakan gajah itu seperti ular besar.

Metode pengenalan yang tepat adalah membuat patung gajah kecil yang bisa diraba agar si buta dapat memahami anatomi gajah keseluruhan.

Bagi penganut Siwa Sidhanta kitab suci Weda pun dipelajari yang pokok-pokok/intinya saja. Resume Weda itu dinamakan Weda Sirah (sirah artinya kepala atau pokok-pokok). Lontar yang sangat populer bagi penganut Siwa Sidhanta di Bali antara lain Wrhaspati Tattwa. Pemantapan paham Siwa Sidhanta di Bali dilakukan oleh dua tokoh terkemuka yaitu Mpu Kuturan dan Mpu/Danghyang Nirartha.

Penerima Wahyu Weda

Di India Wahyu Hyang Widhi diterima oleh Sapta Rsi dan dituangkan dalam susunan sistematis oleh Bhagawan Abyasa dalam bentuk Catur Weda.

Pangawi dan ahli Weda I Gusti Bagus Sugriwa (alm) dalam bukunya ''Dwijendra Tattwa'' (Upada Sastra, 1991) menyiratkan bahwa, di Bali wahyu Hyang Widhi diterima setidak-tidaknya oleh Enam Maha Rsi.

Wahyu-wahyu itu memantapkan pemahaman Siwa Sidhanta meliputi tiga kerangka Agama Hindu yaitu tatwa, susila dan upacara.

Wahyu-wahyu tersebut berupa pemikiran-pemikiran cemerlang dan wangsit yang diterima oleh orang-orang suci di Bali sekitar abad ke delapan sampai ke empat belas. Para Rsi penerima wahyu Weda adalah :

Pertama, Danghyang Markandeya.
Pada abad ke-8 mendapat wahyu di Gunung Di Hyang (sekarang Dieng, Jawa Tengah) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi dan permata mirah.

Setelah menetap di Taro, Tegallalang, Gianyar, Danghyang Markandeya memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual surya sewana, bebali (banten), dan pacaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggalnya dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten.

Selain Besakih Danghyang Markandeya juga membangun Pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu, Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang. Juga didapat wahyu ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu Danghyang Markandeya menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dan lain-lain.

Pada masa ini pula diperkenalkan hari Tumpek Kandang untuk memohon keselamatan kepada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah dan hati. Tumpek Pengatag untuk menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah.

Kedua, Mpu Sangkulputih.
Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan : pisang, kelapa, dan biji-bijian : beras, ketan hitam (injin), kacang komak.

Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubungan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, dan beberapa unsur lainnya. Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual.

Di samping itu Mpu Sangkulputih mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan. Mpu Sangkulputih juga pelopor pembuatan arca/ pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi.

Diperkenalkan pula tata cara pelaksanaan peringatan hari piodalan di Pura Besakih dan Pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya seperti Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dan lain-lain.

Jabatan resmi Mpu Sangkulputih adalah sulinggih yang bertanggungjawab di Pura Besakih dan Pura-pura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya.

Ketiga, Mpu Kuturan.
Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana dari Majapahit yang berperan sangat besar dalam kemajuan agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang untuk mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Tri Murti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu) dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Tri Murti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horisontal (pangider-ider).

Keempat, Mpu Manik Angkeran.
Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugasnya diganti oleh Mpu Manik Angkeran, seorang brahmana dari Majapahit, putra Danghyang Siddhimantra. Pemberian tugas ini dimaksudkan Mpu Manik Angkeran tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan batin Danghyang Sidhimantra. Tanah genting yang putus itu kemudian disebut segara rupek.

Kelima, Mpu Jiwaya
Beliau ini yang menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran dan pamasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dan lain-lain.

Keenam, Danghyang Dwijendra.
Datang ke Bali pada abad ke-14 ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong.
Danghyang Dwijendra mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tri Purusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana.

Jika konsep Tri Murti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horisontal, maka konsep Tri Purusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal.

Danghyang Dwijendra mempunyai bhiseka lain, Mpu/Danghyang Nirarta, dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh.
Karena mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum Danghyang Dwijendra diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan).

Ketika itu Bali Dwipa mencapai zaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klen disusun. Awig-awig desa adat pakraman dibuat, organisasi subak ditumbuh kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan.

Selain itu pada masa ini juga didorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar kidung atau kakawin. Karya sastra yang terkenal antara lain, Sebun Bangkung, Sarakusuma, Legarang, Mahisa Langit, Dharma Pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk Menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dan lain-lain.

Danghyang Dwijendra juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan dharma wacana. Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-pura untuk memujanya di tempat beliau pernah bermukim membimbing umat. Tempat-tempat tersebut misalnya, Purancak, Rambut Siwi, Pakendungan, Uluwatu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain.

Suksma.

Wednesday, May 12, 2010

SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU (Selesai)

Disarikan kembali oleh : Pinandita Astono Chandra Dana (Sekum PSN Pusat)

* Sastra : adalah hidup dalam kehidupan; penghidupan dalam hidup; menghidupi; menghidupkan segala yang hidup. (Hiru dina kahuripan; Ngahuripkeun sagala kahuripan; Hirup kahirupan; Ngahuripan hirup [Sunda].
* Jendra : adalah proses kehidupan yang menghidupi, menuju hakekat kehidupan yang sehidup-hidupnya; mengarungi puncak kehidupan tanpa batas arti hidup.
* Hayuningrat : sangat bijaksana; Perbuatan Mulia.
* Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik.
* Diyu = raksasa atau keburukan.


Lahirnya : Rahwana, Sarpa Kenaka Dan Kumbakarna

Setelah Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesih ke kerajaan Lokapala menemui isteri dan anaknya. Mereka kembali ke Alengka karena di Alengka-lah (Prabu Sumali), yang dapat menerima kedua orang ini.

Dan di suatu malam yang kelam, mencekam, dimana seolah-olah udara diam tidak bergerak. Gempa muncul dan berbagai gunung meletus. Pada saat demikian perut Dewi Sukesih seperti mau meletus.

”Wahai Kakanda, betapa perut ini sepertinya mau meletus. Oh Kakanda, betapa sakit perut ini”, kata Sang Dewi.

Walaupun kandungan tidak memperlihatkan perut membesar, tetapi terasa ada makhluk yang bergerak-gerak dalam perutnya. Jadi selama mengandung benih dari suaminya, Sang Dewi perutnya tidak berubah tetap langsing seperti sediakala. Namun rupanya pertumbuhan janin sedemikian pesatnya. Maka malam itu Sang Dewi tersiksa oleh sakit perutnya.

”Wahai Dindaku, anak-anak, bayi-bayi yang ada dalam rahim sudah siap, ingin keluar. Dan mengapa engkau penjarakan anak kita yang akan lahir? mengapa engkau penjarakan dalam perutmu? mereka punya hak hidup untuk lahir ke dunia. Biarkanlah mereka masuk ke alam kebebasan dunia ini, dan mereka jenuh dan lelah bergaul dengan alam kesempitan perutmu”, kata Begawan Wisrawa.

”Wahai Kakandaku, aku malu. Aku malu pada pepohonan, pada daun-daun dan gunung-gunung. Bukankah semua air, semua tanah, semua pepohonan akan menertawakan kita. Bukankah bayi ini hasil nafsu kita yang diukir bersama? Wahai Kakandaku, bukankah bayi ini hasil cinta kita? Cinta yang tidak mendapat restu sang Dewa!”, demikian Sang Dewi.

”Terimalah noda yang ada dalam bayi kita”, kata Begawan Wisrawa, ”Dan kejahatan apapun yang akan dilakukan oleh anak kita, bukan kesadaran dari anak-anak kita. Tapi itu adalah perpanjangan kesalahan kita, wahai isteriku. Seandainya anak-anak kita nanti berpesta ria dalam syahwat, itu bukanlah anak-anak kita. Tetapi adalah perpanjangan kerinduan syahwat yang terpendam dari kita bersama.

Terimalah semua itu sebagai ’nikmat’ dari Dewa. Kesakitan jiwa ini, jiwaku, jiwamu, obatnya adalah penghinaan dari alam ini, dari mereka, dari semuanya. Tanpa penghinaan, kita akan tetap terkurung oleh ketersiksaan rasa bersalah. Penghinaan wahai Dindaku, membebaskan kesalahan kita, membebaskan keterkurungan dari rasa noda.
Kita malu mohon ampun kepada Tuhan, kita malu mohon ampun pada para Dewa. Namun kita pun harus terbebas dari rasa bersalah. Satu-satunya adalah menerima penghinaan. Hinaan adalah membebaskan kita dari penjara noda, penjara rasa hina, penjara rasa bersalah, wahai Dindaku. Bernafaslah engkau, terimalah hinaan itu. Berarti bayi itu akan lahir ke dunia ini dengan selamat.”

Maka diujung kepasrahan yang paling dalam, karena bagaimanapun juga Dewi Sukesih telah sampai ke puncak Sastra Jendra. Sudah dipersiapkan arti makna kesabaran yang paling sempurna, makna kepasrahan yang paling suci. Dan diujung kepasrahan yang total, bayi pun lahir. Namun bukan sebagai jabang bayi yang sempurna, yang keluar adalah darah-darah yang menggumpal, kemudian disusul oleh kuku-kuku, kuku kecil, kuku besar, kuku hewan, kuku manusia. Kemudian lahir lagi telinga, untaian telinga yang panjang.

Tak lama kemudian, disaksikan kedua orang tuanya. Darah itupun berproses jadi jantung, jadi paru-paru, setiap organ tubuh membentuk diri, hingga sempurna menjadi bayi. Dan yang lainpun, telinga dan kuping, berproses hingga sempurna menjadi tiga bayi.

Yang dari gumpalan darah menjadi Rahwana,

Yang dari Kuku, seorang wanita, menjadi Sarpakenaka,

Yang dari Kuping berproses menjadi Kumbakarna.

Namun setelah menjadi manusia Sang Dewi enggan memeluknya. Karena proses yang begitu cepat, dari gumpalan darah, kuku dan telinga, menjadi janin bayi. Menimbulkan perasaan aneh, kagum, sekaligus takut!

”Wahai isteriku, kini engkau telah menjadi seorang Ibu, aku menjadi Ayah. Peluklah anakmu, jangan engkau biarkan diam. Cepatlah susui mereka sebelum menangis. Seandainya bayi ini, anak ini, menangis, menjerit sebelum engkau susui. Maka keagungan cintamu sebagai wanita takkan bisa mengalahkan dunia ini. Cepat kalahkan dunia dengan air susumu. Karena dunia dengan segala kegagahannya akan kalah, akan takut oleh air susumu. Karena air susumu membuat energi cinta yang sempurna dari seorang Ibu.”

Maka dengan cepat, satu persatu ketiganya disusui oleh Sang Dewi.

Begitu anak pertama, Rahwana, disusui maka dengan segera menangislah ia dengan keras, pun demikian dengan yang lainnya. Namun yang unik, Rahwana, begitu menangis, keluarlah sepuluh kepala, Dasamuka!

Sarpa Kenaka, begitu menangis tiba-tiba tersenyum, tiba-tiba membesar! Dan seketika, semuanya membesar! Sehingga Ibunya sendiri, lebih kecil dari ketiga anaknya. Jadi raksasa.

”Wahai isteriku”, berkata Sang Begawan, ”Cintailah mereka. Mereka adalah ’diyu-diyu’, raksasa-raksasa dari diri kita yang belum sempat diruwat. Mereka adalah jelmaan dari diyu-diyu yang ada dalam jiwa kita, yang belum sempat di sucikan oleh Sang Hyang Widhi. Terimalah mereka, raksasa-raksasa, sebagai anak kita, yang kita cintai, yang kita kasihi.”

”Wahai Kakanda, bagaimakah sifat mereka?”, tanya Dewi Sukesih.

”Rahwana adalah dari gumpalan darah yang kita tampung, dengan kebanggaan ilmu Sastra Jendra, dengan kebanggaan kesaktian yang kita rasakan. Dan dengan kebanggaan kita sudah pasti masuk Nirwana. Kitapun terjatuh! Maka semua dosa, darah-darah seluruh umat kita tampung bersama.

Maka Rahwana adalah anak kita, dosa kita yang sempurna, syahwat kita yang sempurna. Kitapun telah meminjam semua syahwat manusia, kitapun telah meminjam semua nafsu umat manusia ke dalam mangkok-mangkok kecil kita.

Maka Rahwana anak kita, adalah jelmaan kesempurnaan syahwat yang Tuhan ciptakan untuk umat manusia. Rahwana adalah sumber syahwat, sumber kejahatan, sekaligus sumber kemalangan. Rahwana adalah anak dari kejahatan dan kemalangan, yang diikat oleh syahwat yang sangat sempurna. Cintailah dia, wahai Dindaku. Hak anakku, hak anakmu untuk menjadi apapun. Yang penting kita hantar mereka dengan cinta dan kasih sayang. Kita didik mereka dengan tanggung-jawab. Hasil tidaknya itu kita serahkan pada Tuhan Yang Esa. Yang penting cinta kita dalam mendidik, cinta kita menghantar hingga dewasa. Itupun, penghinaan telah berkurang dari dosa-dosa kita. Rasa kebersalahan kita akan berkurang, manakala cinta-kasih kita, kasih-sayang, kepada anak-anak kita tidak pernah berkurang dan utuh. Sekalipun mereka sangat mengecewakan kita. Kini mereka milik Dewa, meskipun kita yang melahirkan.”

”Ada pun anak kita yang wanita, Sarpa Kenaka”, lanjut sang Begawan, ”Adalah kuku-kuku kita, wahai Dindaku. Engkau telah terangsang oleh seksual. Kukumu mengusap-usap tubuhmu sendiri di Telaga Nirmala, kukumu mengait-ngait, mencakar-cakar tubuhmu sendiri. Karena deru birahi betapa kuat, menguasai jiwamu dan fikiranmu, wahai Dewi Sukesih.

Dan itupun kuku-ku, saat aku jadi kuda jantan, berlari-lari dalam birahi. Kuku kuda itu ada dalam kandunganmu. Lahir sebagai anak kita, yang kita cintai, Sarpa Kenaka. Sarpa Kenaka adalah lahir dari erangan-erangan, cakaran-cakaran kuku, karena birahi yang begitu hebat, yang menggerogoti jiwa kita. Dan kuku-kuku birahi sudah merasuk umat manusia hingga akhir zaman, wahai Dindaku.

Dan puteri kita adalah simbol dari semua kuku yang ada di muka bumi ini. Kelak puteri kita, tidak ada yang dicari, selain lelaki! Tidak ada yang dicari kecuali kebanggaan menguasai lelaki. Cinta, tidak ada bagi anak kita yang wanita ini, yang ada adalah birahi.

Dia tidak pernah puas menyerahkan tubuhnya untuk disenggamai oleh setiap lelaki, dan dia tidak pernah puas hanya dengan disetubuhi, bahkan dia harus memperkosa setiap lelaki. Kejantanan setiap lelaki dari anak manusia itu bisa dikalahkan oleh birahi putri kita.

Dan tidak itu saja, kuku birahi lelaki tidak boleh memiliki wanita, tetapi lelaki harus dibeli oleh syahwat. Walaupun puteri kita berupa wajah buruk, bau, kotor, raksasa. Tapi manakala timbul birahi pada laki-laki, dia akan secantik bahkan melampaui kecantikan bidadari dari Kahyangan. Betapa akan terpesona semua mereka yang merasa menjadi pria, yang merasa menjadi lelaki. Kecantikan yang sempurna, kecantikan engkau wahai Dewi Sukesih, telah terwariskan pada puteri kita.
Namun, saat dunia engkau menjadi kuda betina, dunia aku menjadi kuda jantan yang mengerang dalam senggama yang sempurna. ltu lebih luas, lebih besar jagadnya dalam jiwa puteri kita. Maka lelaki harus di beli, tidak saja fikiran dan jiwanya, namun semuanya akan dibeli oleh puteri kita. Satu lelaki tidak cukup, seribu lelaki lebih tidak cukup. Tidak saja fikiran dan jiwanya yang harus menghamba pada puteri kita, tetapi puteri kita bisa menimbulkan kebanggaan kelamin dari setiap pria, yang anak kita beli.

Jadilah puteri kita, sumber sensual dari semua pria yang ada di dunia.”

”Dan anak kita Kumbakarna dari kuping/telinga”, sang Begawan meneruskan,
”Manakala kita di perbatasan Sela Menangkep, pintu Surgawi. Kita sadar, kita merindukan Yang Menciptakan Nirwana, walau kita tidak merindukan nikmat Nirwana. Namun kitapun sadar, manakala datang cobaan-cobaan. Rayuan engkau kepadaku dan tuntutan seks dari aku kepadamu, kitapun sadar sedang dicoba oleh sang Dewa.
Maka bukankah Kakang sudah mencoba mengajak engkau ke bumi ini? Telinga kita saat itu, mendengar panggilan Sang Hyang Murbeng Asih, dari puncak Nirwana. Karena saat itu kita merasa kotor, belum siap masuk ke Nirwana. Jangan sampai mendengar kesucian yang luar biasa dari panggilan Widhi, manakala jiwa kita masih kotor, ternoda. Maka telinga-telinga yang lahir dari rahimmu menjadi putera Kumbakarna.

Itu adalah perpaduan kerinduan pada kesucian, kerinduan pada kebenaran namun tanpa daya dalam dunia kekotoran.

Kumbakarna adalah simbol bahwa manusia merindukan kesucian, merindukan ’dharma’ yang sempurna dan merindukan ingin sempurna dalam amal ibadah. Tapi manusia pun tidak mau melepaskan jerat birahi, jerat harap, jerat nafsu yang kuat. Maka kerinduan ini, dari suatu Dharma dan kesucian hanya ada dalam pendengaran Nurani manusia, tidak dalam pendengaran kuping manusia.

Maka Kumbakarna, wahai istriku, setelah besar nanti. Dia melihat angkara murka di sekelilingnya tapi dia tidak kuasa untuk memperbaiki. Lebih senang tidur! Meninggalkan angkara murka. Tidur dalam ketenangan, karena tidak mau terbawa oleh angkara murka, namun gagal untuk merubah angkara murka. Maka anak kita seperti gunung yang diam, dia tidur dalam kediamannya. Tahu semua yang ada di dunia ini, tapi tak mampu untuk mengubahnya.

Dia berhasil untuk tidak terserang angkara syahwat, tapi dia tak melawan, menghabiskan angkara syahwat. Syahwatnya memang tidak disenggamakan dengan sesama manusia, tidak diungkapkan dalam hubungan suami isteri, dalam hubungan lelaki dengan wanita. Tetapi, syahwatnya di bawa ke dalam tidur dan muncul dalam ilusi yang hebat. Dalam tidurnya dia bersenggama, dalam tidurnya dia bermegah-megah. Dalam tidurnya dia merasa ketenangan. Walau tidur, nafsu tetap sempurna dalam jiwanya. ltulah manusia yang akan lahir, seperti anak kita, Kumbakarna”, demikian Begawan Wisrawa.

”Kakandaku, betapa kasihan anak-anak kita ini, betapa kasihan mereka hidupnya. Aku sebagai Ibu yang melahirkan, terlalu berat untuk menerima kenyataan ini.”

Sang Begawan mengangkat kedua tangannya ke langit, ”Wahai Maha Dewa, aku mensyukuri bahwa isteriku muncul kekuatan cintanya, disela cinta muncul tanggung-jawabnya. Wahai Maha Dewa, bukankah cinta tiada arti tanpa tanggung-jawab? Bukankah cinta tiada makna tanpa tanggung-jawab? Dan, bukankah cinta tidak harus ada tanpa tanggung-jawab? Tanggung-jawab adalah buah dari cinta, tapi cinta itu sendiri lahir dari tanggung-jawab. Betapa Engkau telah menganugerahkan perasaan pada isteriku, untuk membuahkan cinta. Wahai Sang Dewa, isteriku telah ’meruwat’ dirinya dengan tanggung-jawab.”

”Wahai isteriku, engkau telah suci kembali, sebagaimana engkau telah sampai ke puncak Sastra Jendra Hayuningrat. Bawalah kesucian dirimu yang sudah pasti masuk ke Nirwana, atas jaminan Dewa. Bawalah cinta, bawalah kesucian dan bawalah tanggung-jawab dalam menyaksikan bagaimana anak- anak kita merusak dunia ini”, kata sang Begawan.

”Bagaimana Kakanda, seandainya para Dewa mengubah, apa yang telah Kakanda lihat tentang anak-anak kita. Bisakah itu?”, Sang Dewi bertanya.

”ltu, ’titis tulis’, Hing Dumadi”, jawab Sang Begawan, ”Kita membuat tulisannya, kita mempersiapkan daun lontarnya. Kita telah menulis dengan cinta, dengan syahwat, dengan ilmu dan dengan kesucian, pada daun lontar. Maka para Dewa meniupkan daun lontar itu jatuh di muka bumi ini. Memang hukum dunia dari kejahatan dan kemalangan, itu dibawa di permukaan daun lontar yang telah kita tulis bersama, telah tertulis pula di Nirwana. Permata-permata indah yang menghiasi Nirwana, yang memberikan cahaya ke negeri Nirwana, yang memberikan cahaya ke alam para Dewa, mulai redup. Karena telah kita nodai dengan air kehidupan dunia di permata cahaya dinding-dinding perhiasan Nirwana. Maka Permata kehidupan berkurang pancaran cahayanya oleh percikan air yang kita siramkan ke Nirwana.”

”Oh! Kakanda. Kapankah itu? Bukankah kita tidak pernah masuk ke Nirwana ? Dijegal oleh para Dewa!?”

”Lupakah wahai Dindaku? Ternyata perbuatan kita melakukan hubungan suami istri dan pesta syahwat, itu adalah kehendak Dewa? Dan manakala selesai Batara guru mempengaruhi kita untuk bersenggama, sang Dewa keluar dari jagad jiwa kita, kembali ke Nirwana membawa air kehidupan dunia dari tubuh kita, dari darah kita, dari daging kita.

Batara Guru tak kuasa untuk menggenggam air kehidupan dunia, maka memerciklah ke permata cahaya di dinding Nirwana. Dan Batara Guru hanya melaksanakan tugas, titah, dari kebenaran Nirwana. Dan air itu kita yang membawa ke Puncak Sastra Jendra. Air dunia yang ternoda, kita bawa ke puncak Hayuningrat yang belum saatnya tiba.

Wahai Dindaku. Anak-anak kita sudah masuk ke alam Takdir. Sudah masuk ke jagad Paria yang terendah, yang terhina, yang terhitam dari kehidupan. Anak-anak kita sudah terlanjur kita penjarakan di Alam Samsara. Walaupun mereka jahat, merekapun harus menerima penderitaan. Samsara!”

”Anak kita Rahwana, berkuasa jadi raja, apapun yang diinginkannya mampu didatangkan. Tapi apa yang didapat tidak membahagiakan anak kita. Justru itu alam Samsara, alam penderitaan yang lebih menderita dari kita sendiri, wahai isteriku.”

”Sarpa Kenaka, kecantikannya mampu membeli seribu laki-laki, menikmati seks, pesta pora dalam birahi. Seribu lelaki yang molek mudah didapatkan. Erang kuda kejantanan lelaki mudah dikecap, tapi puteri kita tidak pernah, tidak bisa menikmati, karena puteri kita ada di alam jagad Samsara, lebih mederita dari kita.”

”Anak kita Kumbakarna, dalam tidurnya dia menikmati kehidupan illusi, dalam tidurnya dia menikmati seks, pesta seks. Dalam tidumya dia ada dalam Istana dengan berbagai kemewahan dan keindahan. Tapi Kumbakarna anak kita, tidak menikmati di alam nyata. Tetapi alam illusi. Dalam tidurnya ada di jagad Samsara, di jagad penderitaan yang sangat, melampaui penderitaan kita, wahai isteriku.”

”Karena itu mereka sudah terlanjur masuk ke jagad Takdir, Kehendak Hyang Widhi. Karena kita memercikkan air noda dunia ke dinding Permata Cahaya di Nirwana.”
”Bagaimanakah wahai Kakanda, dalam menghadapi cinta anak-anak kita, seandainya pada waktunya, saya ibunya harus menderita melihat penderitaan mereka, anak-anak kita. Masihkah tetap diam?”, tanya Dewi Sukesih pada suaminya.

”Wahai isteriku, apapun usaha perjuangan dengan segala upaya untuk memperbaiki anak-anak kita, itu tidak mungkin menjadikan anak-anak kita lebih baik. Kita harus menerima penderitaan mereka, karena penderitaan itu kita pula yang mengukir.”
”Bisakah kita menyelamatkan mereka, wahai Kakanda?”

Rupanya hati seorang Ibu (Dewi Sukesih) masih selalu berharap yang terbaik bagi anak-anaknya.

”Oh Dindaku, bukankah sewaktu kita sama-sama memedar Sastra Jendra Hayuningrat, kitapun tak mampu menyelamatkan diri kita dari serangan syahwat? Bagaimana kita akan mampu menyelamatkan anak-anak kita? Kita sendiri tidak mampu menyelamakan diri kita sendiri! Terimalah azab mereka sebagai ’cermin’ bahwa kita telah membuat tulisan dan lukisan di cermin kehidupan ini. Dan semua anak manusia ikut serta, menurut kepada anak-anak kita, hingga keputusan Hyang Widhi, keputusan Gusti Kang Murbeng Dumadi bersama Batara Guru, bersama Batara Narada, turun ke bumi ini membebaskan Kumbakarna-Kumbakarna yang lahir. Beribu-ribu Kumbakarna akan lahir, berjuta Sarpa Kenaka akan lahir dan berjuta Rahwana akan lahir. Hanya Hyang Maha Asih yang mampu melepaskan dari jerat noda mereka.”

”Satu-satunya wahai Dindaku, semua sisa kehidupan ini, kita peruntukkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pencipta Nirwana, Maha Pencipta kita. Kita serahkan semua teruntuk Hing Maha Murbeng, Sang Hyang Widhi.”

”Dunia jagad jiwa kita, kita bagi dua. Jagad mencintai anak-anak kita dan jagad yang kita persembahkan kepada Hing Murbeng Agung, Hyang Maha Widhi.”

Selesai......

Wednesday, May 5, 2010

Persiapan Menyongsong Hari Raya Galungan dan Kuningan

Rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan rangkaian perayaan yang paling panjang di antara hari-hari raya Agama Hindu, jarak waktunya selama 60 hari, dimana rangkaiannya diawali pada :

1. Hari Sabtu Kliwon Wariga yang disebut dengan Tumpek Pengarah atau Pengatag, tepatnya 25 hari sebelum Hari Raya Galungan dan persembahan ditujukan kepada dewa Śaṅkara (nama lain Dewa Śiva)sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan dengan mempersembahkan sesajen pada pohon-pohon kayu yang menghasilkan buah, daun, dan bunga yang akan digunakan pada Hari Raya Galungan. Kalau di Bali biasanya diucapkan sehe sbb :
"Kaki-kaki ninine jumah, tyang mapengarah buin selawe dina rahinan Galunganne, mebuah pang nged...ngeed....ngeeeed..... "

2. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba ; yaitu Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, jadi Hari Sugihan Jawa tersebut bukanlah hari Sugihan bagi para pengungsi leluhur-leluhur dari jawa pasca bubarnya Majapahit. Maksud sebenarnya adalah pembersihan Bhuana Agung - sekala-niskala.

Dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan Jawa merupakan "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh" (pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting adalah membersihkan badan phisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak dihuni oleh Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.

3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang (sehari setelah Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri, sesuai dengan lontar Sundarigama: "Kalinggania amrestista raga tawulan" (oleh karenanya menyucikan badan
jasmani-rohani masing-masing /mikrocosmos) yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan phisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.

4. Panyekeban – puasa I ; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan. Dalam Lontar Sunarigama disebutkan : "Anyekung Jnana" artinya mendiamkan pikiran agar tidak dimasuki oleh Bhuta Galungan dan juga disebutkan "Nirmalakena" (orang yang pikirannya yang selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Bhuta Galungan.

Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran, menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang (biu) atau tape untuk bebantenan saja.

5. Penyajaan – puasa II ; jatuh pada hari Senin Pon Dungulan. Pada hari ini umat mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata membuat kue untuk upacara.

6. Penampahan – puasa III ; jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan tepat sehari sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira, dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani tersebut.

Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan". Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri.

Hari Penampahan Galungan inilah yang pada dewasa ini paling kehilangan makna spiritualnya yang paling penting. Konsentrasi kebanyakan keluarga membuat makanan yang enak-enak. Padahal ada upakara penting di Madya Mandala untuk Memohon Tirta dari Luhuring Akasa dalam rangka me-nyomia Buta Kala di Bhana Agung dan Alit yang sering terlewatkan. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri.

7. Galungan – lebar puasa ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan, Hari ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.

8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran kebenaran adalah dengan Satyam Vada yaitu mengatakan dengan kesungguhan dan kejujuran.

9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknanya pada hari ini dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati, pitara-pitari, para leluhur ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata. Di beberapa daerah dibali biasanya dilakukan dengan sarana banten "tegen-tegenan" yang berisi hasil bumi berupa padi, buah-buahan dan aneka rupa jajanan yang tujuannya diperuntukkan untuk memberikan bekal kepada para leluhur yang akan mantuk kembali ke sunya loka.

10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku Kuningan. Tepat pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang hari raya Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan 30 hari menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan senantiasa berjalan dalam koridor dharma. Pada hari ini dibeberapa wilayah dibali dilakukan persembahyangan dengan sarana raka ajengan tipat pesor sebagai rasa syukur dan sujud bakti kehadapanNya.

11. Sepuluh hari setelah Galungan disebut Kuningan. Pada Hari ini diyakini bahwa para dewata dan roh-roh leluhur akan turun ke marcapada/mayapada untuk menerima sembah bakti umat dan prati sentananya dengan segala cinta kasihnya, dan pada siang harinya para dewata dan roh suci leluhur kembali menuju kahyangan stana-nya masing-masing yang diyakini tempatnya di svargaloka (alam sorga). Kuningan merupakan hari kasih sayang, yang disimbulkan melalui berbagai pratika upakara seperti: tamiang, koleman, sulangi, tebo, dan endongan.


Rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan berkahir pada Hari rabu Kliwon wuku Pahang yang sering disebut hari raya Pegat Uwakan. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan mengahturkan suksmaning manah lan idep kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan wara nugrahanya bisa melaksanakan rangkaian perayaan hari Raya Galungan dengan sempurna.

Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam
mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup dan kehidupan ini, ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan makna filosofisnya.

Kalander Bali dan Upakara serta Upacaranya sangat sinkron/matching dengan alam semesta. Sekali pun dipakai sarana bebantenan yang paling sederhana, manfaat yang didapatkannya tetap sangat luar biasa. Sekalipun dikerjakan oleh orang biasa yang tidak terlatih khusus dan tidak punya kemampuan batin tinggi, namun manfaat yang diberikan tetap berlaku.



Aum, Santih, Santih, Santih, Aum

Rahayu........... dumogi bermanfaat....


Ksamaswamam,

P Astono Chandra Dana